“TOLERANSI DALAM BERAGAMA”

 

"Jika dia bukan saudaramu dalam iman maka, dia adalah saudaramu dalam kemanusiaan", kata yang dikeluarkan oleh imam Ali Bin Abi Thalib. Perkataan yang menghadirkan sebuah bentuk toleransi terhadap sesama manusia meskipun berbeda dalam konteks keimanan.

 

Banyaknya tindakan kekerasan atas nama politik yang hadir mengiyakan bahwa kekerasan adalah sebuah perilaku yang biasa saja jika dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan.

 

Lantas bagaimana jika kepentingan politik dilakukan dengan bumbu agama..?

 

Peristiwa genosida yang terjadi di myanmar mengharuskan banyaknya korban jiwa terhadap masyraat muslim rohingya, hal tersebut diakibatkan terjadinya kudeta militeristik dengan menumpas masyarakat minoritas. Hal tersebut bukan dilakukan atas nama agama tetapi atas kepentingan politik yang mengharuskan terjadinya hal seperti itu. Ke ikut sertaan kelompok budhis  ekstrem di myanmar yang dikomandoi oleh Biksu Wirathu  membuat khalayak umum berpersepsi bahwa hal tersebut terjadi akibat pertentangan agama Namun, sama sekali tidak. Hal ini menjadi bukti bahwa ekstremisme kekerasan dapat tumbuh dan berkembang di dalam kelompok manapun.

 

Kemudian, munculnya gerakan islamphobia yang mengganggap bahwa islam adalah agama radikal hal itu dikarenakan pelaku teror yang hanya mengenakan atribut-atribut islam. Atribut yang digunakan bukanlah sebuah alasan yang dapat diterima untuk menjustifikasi bahwa pelaku teror tersebut beragama islam atau tidak. Karena siapapun dapat mengenakan atribut apa saja dalam melakukan tindakan yang direncanakannya. Islam hadir bukan hanya sebagai rahmat bagi kaum muslim (rahmatan lil muslimin) tetapi juga diperuntukkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia dan alam semesta (rahmatan lil alamin).  Tidak ada satupun agama yang mengiyakan bahwa hancurkanlah mereka yang berbeda dengan dirimu, Tetapi agama selalu bermuara pada cinta dan kasih, Karena sesungguhnya perbedaan adalah ciptaan tuhan yang membuat manusia dapat memiliki kehidupan yang lebih indah dengan payung toleransi.

 

Radikalisme hadir pada orang-orang yang hanya mengandalkan teks (alquran dan hadits) yang tertuang dalam didalamnya tanpa di imbangngi dengan rasio (akal) yang mumpuni untuk menafsirkan sebuah tulisan ayat suci. Oleh sebab itu, untuk memahami alquran dan alhadits maka perlu kiranya manusia menggunakan yang tertera dalam teks dan di imbangngi dengan pengetahuan agar kiranya tidak terjadi penafsiran yang tidak tepat.

 

Rasulullah SAW merupakan manifestasi dari alquran dan hadits itu sendiri. Rasulullah mengajarkan nilai melalui tindakan dan perkataan nya kepada sahabat, tidak hanya satu sahabat tapi banyak sahabat sehingga, timbulnya perbedaan pemaknaan dari perkataan dan pembuatan rasulullah berdasarkan kondisi dan pengetahuan yang dimilikinya, oleh karenanya perbedaan pendapat ada sebuah hal wajar terjadi dan yang paling penting adalah rasulullah merupakan contoh konkrit dari sikap toleransi tersebut.

 

Trilogi Persaudaraan

Trilogi persaudaraan yang memuat pertama, persaudara kebangsaan (Ukhuwah wataniyahi), hal ini melambangkan sikap pertriotik dimana sebagai manusia berbangsa bernegara ketika melihat saudara kita yang tertimpa bencana maka sikap dan rasa ingin membantu akan timbul yang kemudian akan bergerak. Contoh kontrik hadir pada zaman penjajahan yang membuat kita bangsa Indonesia sama- sama untuk melawan penjajah agar mencapai sebuah kemerdekaan. Kedua, Persaudaraan sesama muslin (ukhuwah Islamiyah), seperti masyarakat muslim rohingya di myanmar atau yang terjadi dipalestina akan mendorong  umat muslim yang ada di Indonesia bahkan dunia untuk memberikan bantuan kepada mereka karena sebagai manusia kita terikat oleh persaudaraan seiman. Ketiga, rasa persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah/basyariah), hal ini yang paing penting fundamental yang akan menciptakan kedamaian bagi umat manusia.

Dewasa ini kebencian menjadi bisnis yang sangat laris dan sangat diminati oleh banyak kalangan. Media sosial dapat menjadi sumber dari penyebaran kebencian membuat kebencian menjadi senjata pemusnah yang dapat membunuh manusia tidak hanya itu tetapi bisa juga menghancurkan rasa-nurani kemanusiaan dan menjadi cikal bakal malapetaka terbesar dalam babakan sejarah umat manusia.

Ibarat narkoba konten-konten kebencian akan membuat orang-orang candu  dan akan merusak akal sehat  dan menjadikan manusia tersebut layaknya zombie yang haus akan darah ketika melihat manusia lain yang berbeda, bukan lagi melihat sebagai saudara tetapi sebagai mangsa.

 

Oleh karena itu, hal yang terpenting diatas segalanya adalah rasa kemanusiaan yang kemudian akan menciptakan sebuah konsep dunia yang aman dan damai tanpa adanya pertentangan sebab semua agama tidak mengindahkan adanya hal tersebut. Tidak adanya lagi penindasan, diskriminasi hingga kekerasan yang mengatasnamakan tuhan.

Gus Dur (1982) dalam artikelnya yang berjudul “Tuhan Tidak Perlu Dibela” mencoba memantik kesadaran untuk senantiasan berpikir jauh dan kedepan sebab Tuhan adalah zat yang maha segalanya dan memang tidak butuh dibela. Dari artikel tersebut yang lebih penting adalah untuk mengerahkan segala upaya dan potensi untuk senantiasa beribadah dan menyembah kepada Tuhan di manapun dan kapanpun, bukan dalam rutinitas ritual semata-mata.


Oleh : Muhammad Dzuljalaali Rahman

Komentar

Postingan Populer